Rumah Wayang Selakambang
PURBALINGGA – Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM bersama suami, Rizal Diansyah SE diajak seniman lokal Ki Tulus Owah untuk mengunjungi Umah Wayang Watukambang (Rintisan BUMDes)milik Kusno di Desa Selakambang, Kecamatan Kaligondang, Minggu (15/7). Rumah yang menyerupai museum ini, bupati dikenalkan berbagai perihal tentang pewayangan.
Mulai dari tokoh-tokoh wayang kulit yang terpajang di figura kaca setiap petak dinding. Dari situ dapat melihat ciri fisik wayang hingga karakter/watak/kebiasaan tokoh tersebut ketika diperankan dalam pagelaran. Mulai dari tokoh wayang yang ber watak baik maupun kurang baik.
Kusno mengaku digagasnya Umah Wayang ini bermula keluhan dari rekan rekan guru dengan implementasi metode kurikulum 2013. “Dari kurikulum itu, tidak hanya disesali atau direnungkan, tapi butuh tindakan. Teman-teman guru kita banyak terbantu dengan adanya Rumah wayang ini sebagai metode pembelajaran kepada siswanya,” katanya kepada Bupati.
Melalui pengenalan wayang secara langsung ini, menurutnya penuh dengan nilai-nilai dan karakter. Beberapa guru bersama siswa yang sering berkunjung di tempat ini untuk mencari referensi khsususnya dalam mata pelajaran Bahasa Jawa dari berbagai jenjang pendidikan. Termasuk anak TK dan Paud sekalipun hanya untuk memukul perangkat gamelan dan bermain wayang.
“Dengan adanya alat peraga sehingga dalam mengajar tidak verbalisme (ceramah). Dengan demikian tujuannya juga menanamkan cinta budaya, salah satunya ada cinta negara karena termasuk ada di dalamnya, karena wayang ini sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia yang diakui oleh Unesco,” katanya.
Tidak hanya wayang kulit, tersedia juga wayang golek buatan Alm Eyang Hartono yang juga asli Selakambang. Wayang golek baik dari tokoh Ramayana, dimana Rama dan Shinta sering dikaitkan sebagai simbol cinta yang abadi. Selain itu juga Wayang Golek Menak dari sejarah masa Islam yang dikenal ada tokoh seperti Amir Hamzah, Umar Maya, juga Lamdaur (Raja Israel).
Ditanya tokoh wayang apa yang ikonik khas masyarakat Purbalingga oleh Bupati, Kusno menjawab ada 2 tokoh yang umumnya disukai masyarakat Purbalingga, yaitu Semar dan Wisanggani. Hal itu didasari pengamatannya kebanyakan penduduk Purbalingga lebih sering didapati memajang tokoh-tokoh tersebut di rumah mereka.
Dengan kata lain, ketika mereka berani memasang tokoh itu, maka mereka berusaha mencitrakan diri sendiri. Misal dia memasang wayang Semar maka dia merasa harus berwatak sabar seperti Semar yang penyabar.
“Kalau Wisanggeni, dewa yang garis tengah, dimana kalau salah ya salah kalo benar ya benar, bahkan saat Bethara Guru melenceng dari undang-undang, Wisanggeni adalah pengingat. Tokoh yang sering dipajang oleh penduduk-penduduk warga Purbalingga. Berarti orang sini cinta dengan kesabaran (Semar) dan pengingat kebenaran (Wisanggani),” katanya.
Tidak hanya wayang di belakang rumahnya, ia juga merevitalisasi sebuah bunker bawah tanah. Bunker itu dulunya adalah tempat persembunyian masyarakat ketika tentara Jepang ingin menjarah bahan pangan yang dimiliki oleh warga. Bunker itu kini disulap semacam museum mini yang menyimpan berbagai perkakas kuno.
Sementara itu, Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM menyampaikan Umah Wayng ini merupakan Destinasi Wisata Edukasi sebagai sarana pembelajaran bagi siswa siswa. Khususnya edukasi terkait tokoh pewayangan, termasuk perangkat gamelan dan proses pengrajin membuat wayang.
“Kami selaku pemerintah sangat mengapresiasi. Tentu kami atas nama pemerintah mendukung apa yang dilakukan bapak Kusno ini, ke depan pemerintah juga siap memfasilitasi. Ketika nanti ada polesan-polesan sedikit di rumah ini, apa lagi sebentar lagi ada bandara, rumah ini bisa menjadi salah satu destinasi wisata yang wisatawan bisa hadir untuk mempelajari tokoh pewayangan, belajar bareng bagaimana membuat wayang, dan sebagainya dan bisa kenal lebih dekat warisan budaya dunia asli Indonesia ini,” katanya.(Gn/Humas)
DESA WISATA UMAH WAYANG SELAKAMBANG
“ Petualangan Seni Tradisi di Desa Adat dan Budaya ”
Desa Wisata Umah Wayang merupakan wisata tematik budaya yang terletak di Desa Selakambang, kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah. Masyarakat Desa Selakambang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani yang tidak jauh dari aktifitas bentuk budayanya. Masyarakat desa yang gemar berkesenian inilah yang membuat kami menemukan titi temu agar desa kami menjadi desa yang berkembang melalui Petualangan Seni Tradisi di Desa Adat dan Budaya Desa Selakambang, kolaborasi budaya dan alam desanya.
Selamat datang di Desa Wisata Selakambang..
Desa yang menawarkan petualangan wisata berbasis budaya dan alam desanya. Pengunjung dapat menikmati sudut desa dengan berbagai situs Sejarah atau Cagar Budaya peninggalan leluhur yang masih tersusun dan terawat dengan baik. Budaya yang indah menjadi bagian dari pertunjukan kami seperti, ebeg purbalingga, lengger, wayang dan lainnya. Objek-objek yang terdapat di Desa Selakambang sebagai bagiian dari petualangan yang tak terlupakan bagi penikmatnya, antara lain Umah wayang Kemukusan, Objek Watu Kambang, dan Taman Gembrungan.
Umah wayang kemukusan, didirikan oleh Kusno seorang Guru SD dan Pegiat Budaya Desa Selakambang. Beliau mendedikasikan baktinya kepada desa melalui sanggar seni-nya yang dijadikan sebagai salah satu objek wisata budaya sebagai wujud pelestarian generasi pecinta seni yang ada di Desa Selakambang. Umah wayang dijadikan ruang hidup seni bagi pengunjung yang ingin memperdalam dan mempelajari seni budaya banyumasan. Antara lain edukasi gamelan, wayang, permainan tradisional, lengger dan lainnya.
Objek watu kambang, yang dikaitkan dengan tempat leluhur Kyai Purwa Suci yang memperjuangkan keutuhan desa dari para penjajah atau colonial. Di sini kita bisa melihat gumpalan batu besar yang terjadi adanya letusan gunung purba yang ada di Kabupaten Purbalingga.
Taman Gembrungan, Gembrung berasal dari bunyi meriam. Disini tepat terjadinya perang antara pasukan diponegoro melawan sekutu dari Belanda dalam perebutan batas wilayah kekuasaan, yang kita kenal dengan istilah “Perang Bithing”. Taman gembrungan dijadikan salah satu wisata Sejarah selain itu terdapat Pendopo Budaya dan Griya Umkm Desa Selakambang.
Desa selakambang sejuta budaya, mari berkunjung dan nikmati petualangannya. Selakambang mbleketaket gawe kangen !!
Alam Desa Asri - Desa Adat Berbudaya, Sensasi hidup berdampingan dengan masyarakat desa dalam berkehidupan.
Saat adanya Festival di Desa Selakambang
MERCUSUAR.CO, Purbalingga – Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang mendapat gelar juara I pada ajang Gelar Desa Wisata Purbalingga Tahun 2023.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Selakambang, Kusno berkata desa wisata yang dikelolanya dengan ikon utama ialah wisata tematik budaya yaitu Umah Wayang Kemukusan.
Umah Wayang Kemukusan semula yaitu rumah biasa dengan style joglo namun setelah disulap menjadi museum budaya spesialnya aneka wayang.
“Paket wisata di Desa Wisata Selakambang antara lain paket wisata atraksi, paket wisata jalur situs budaya, paket wisata game anak serta paket bermain perlengkapan musik karawitan serta wayang,” kata Kusno yang pula pegiat seni desa setempat.
Kusno menambahkan, di Desa Selakambang pula terdapat petilasan bernama Watu Gong yang berhubungan dengan perlengkapan musik gong. Pengaitan ini bukan tanpa sebab, terdapatnya petilasan tersebut disimpulkan kalau warga Desa Selakambang bahagia mencermati serta memainkan perlengkapan musik gamelan.
“Perihal ini pula tidak terlepas dari banyaknya tokoh seniman karawitan serta pedalangan di desa Selakambang ini,” jelasnya
Kepala Dinas Pemuda, Berolahraga, serta Pariwisata (Dinporapar) Purbalingga, Ir. Prayitno menjelaskan desa Selakambang yang mencapai nilai 2.390 sanggup menyisihkan 7 desa wisata yang lain.
“Juara I dalam ajang ini, berikutnya akan menjajaki gelar desa wisata tingkatan Jawa Tengah yang berlangsung di Desa Wisata Pekunden, Kabupaten Banyumas,” katanya (30/ 7) lalu.
Dipaparkan Prayitno, aspek evaluasi pada gelar desa wisata ini mengacu profil desa wisata serta kelembagaan, paket wisata, atraksi seni serta budaya desa wisata, dan gelar produk serta stand pameran.
“Buat aspek evaluasi profil desa serta kelembagaan dan paket wisata, sudah dicoba satu bulan lebih dahulu. Lagi aspek evaluasi atraksi seni budaya, gelar produk serta stan pameran dicoba pada Jum’at-Sabtu (28-29/ 7) bertepatan dengan penerapan Festival Gunung Slamet,” jelasnya.
Prayitno melanjutkan, ajang gelar desa wisata sekaligus untuk evaluasi seberapa siap sebuah desa untuk terus-menerus melayani wisatawan dan inovasi yang dilakukan dengan menelurkan paket wisata baru yang tidak monoton.
TRIBUNJATENG.COM -- Kusno, warga Desa Selakambang, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga punya cara tersendiri dalam melestarikan kesenian wayang. Ia menggagas pendirian Umah Wayang yang merupakan Rintisan BUMDes di Desa Selakambang.
Sebagian ruang rumahnya disulap mirip museum yang berisi koleksi wayang. Tokoh-tokoh wayang kulit terpajang pada figura kaca di setiap petak dinding. Dari situ, pengunjung bisa melihat ciri fisik wayang hingga karakter tokoh tersebut ketika diperankan dalam pagelaran.
Kusno mengatakan, gagasan ini berawal dari keluhan para guru terkait implementasi metode kurikulum 2013.“Dari kurikulum itu, tidak hanya disesali atau direnungkan, tapi butuh tindakan. Teman-teman guru kita banyak terbantu dengan adanya Rumah wayang ini sebagai metode pembelajaran kepada siswanya,” katanya, Selasa (16/7).
Pengenalan wayang secara langsung ini bisa berdampak positif pada pengunjung karena penuh dengan nilai-nilai dan karakter. Tempat ini pun menjadi rujukan para guru bersama siswa untuk mencari referensi khsususnya dalam mata pelajaran Bahasa Jawa dari berbagai jenjang pendidikan. Termasuk anak TK dan Paud yang diberi kesempatan untuk memukul perangkat gamelan dan bermain wayang.
“Dengan adanya alat peraga sehingga dalam mengajar tidak verbalisme (ceramah). Tujuannya juga menanamkan cinta budaya, karena wayang ini sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia yang diakui oleh Unesco,” ujar Kusno.
Selain wayang kulit, di rumah itu pun tersedia wayang golek buatan almarhum Eyang Hartono yang juga asli Selakambang.
Wayang golek ini ada yang menampilkan tokoh Ramayana, Rama dan Shinta sering dikaitkan sebagai simbol cinta yang abadi.Selain itu, ada wayang Golek Menak dari sejarah masa Islam yang dikenal semisal tokoh Amir Hamzah, Umar Maya, juga Lamdaur (Raja Israel).
Khusus untuk warga Purbalingga, menurut Kusno, ada dua tokoh yang umum disukai, yaitu Semar dan Wisanggani. Ia terlihat dari kebanyakan penduduk Purbalingga lebih sering didapati memajang tokoh-tokoh tersebut di rumah mereka.
Menurut dia, ketika masyarakat berani memasang tokoh itu, mereka berusaha mencitrakan dirinya seperti tokoh itu. Dengan memasang wayang Semar misalnya, berarti seorang merasa harus berwatak sabar seperti karakter Semar.
“Kalau Wisanggeni, dewa yang garis tengah, kalau salah ya salah kalau benar ya benar, bahkan saat Bethara Guru melenceng dari undang-undang, Wisanggeni adalah pengingat," tuturnya.
Tidak hanya wayang, ia juga merevitalisasi sebuah bunker bawah tanah di belakang rumahnya. Konon, bunker itu dulu tempat persembunyian masyarakat ketika tentara Jepang ingin menjarah bahan pangan yang dimiliki warga. Bunker itu kini disulap semacam museum mini yang menyimpan berbagai perkakas kuno.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi menyampaikan, Umah Wayang ini merupakan Destinasi Wisata Edukasi sebagai sarana pembelajaran bagi siswa. Khususnya edukasi terkait tokoh pewayangan, termasuk perangkat gamelan dan proses pengrajin membuat wayang.
“Rumah ini bisa menjadi destinasi wisata untuk mempelajari tokoh pewayangan, belajar bareng bagaimana membuat wayang, dan bisa kenal lebih dekat warisan budaya dunia asli Indonesia ini,” katanya saat mengunjungi rumah wayang. (khoirul muzakki)
Budaya Indoensia kini seringkali diabaikan, bahkan terkadang sampai ditinggalkan. Hal tersebut tentunya merupakan perilaku yang buruk, karena bagi warga Indonesia kita harus menjunjung tinggi kebudayaan yang ada di Indonesia pula. Contohnya seperti mengunjungi destinasi Konsorsium Rumah Wayang yang ada di Tegal. Tepatnya berada di dekat jembatan Lemah Duwur Talang, Desa Bengle, Kabupaten Tegal. Bertempat di Sanggar Satria Laras, Sanggar-nya dalang “edan” Ki Enthus Susmono. Konsorsium Rumah Wayang merupakan salah satu destinasi wisata budaya yang menyajikan berbagai macam wayang.
Rumah wayang ini mempunyai luas sekiat 4 x 4 meter yang menyimpan ribuan wayang dari gaya tradisi maupun kontemporer, mulai wayang kulit, wayang golek, wayang santri, wayang bambu, wayang kreasi, dan juga ada aksesoris seperti jenis-jenis keris, toping, topeng, batik, tegalan, lukisan dunia pewayangan, senjata-senjata khas dunia pewayangan, foto Ki Enthus, gamelan, dan masih banyak koleksi lainnya.
Kosorsium Rumah Wayang ini buka setiap hari dari Senin-minggu, mulai pada jam 08.00-15.00 WIB dengan harga tiket masuk Rp. 3.000. Fasilitasnya juga cukup lengkap seperti Area Parkir, Mushola, Toilet, Penginapan dan masih ada yang lainnya.
Bagi kalian yang ke Tegal jangan lupa mampir ke Konsorsium Rumah Wayang untuk wisata budaya, melestarikan budaya Jawa, dan menghargai tokoh yang sudah berusaha melestarikan budaya wayang seperti Alm Ki Enthus.
Bertempat di Sanggar Satria Laras, Sanggar-nya dalang “edan” Ki Enthus Susmono, tempat ini berdiri. Tidak begitu sulit untuk menemukannya, karena terdapat papan petunjuk di dekat jembatan Lemah Duwur – Talang, Kabupaten Tegal yang menuju ke arah Brug Abang. Dari Jalan Raya Talang atau biasa disebut dengan Jalan Satu, setelah menemui Jembatan di Talang, ambil jalan ke timur hingga menemui sebuah jembatan panjang yang membelah Sungai Gung ikuti jalan utama hingga sampai ke Desa Bengle, posisi tempatnya ada di kiri jalan.
Tampak depan Rumah Wayang yang satu lokasi dengan Sanggar Satria Laras ini lebih seperti pintu gerbang masuk ke sebuah kerajaan lengkap dengan patung penjaga di depannya. Namun jangan khawatir, pintu gerbang selalu terbuka pada jam kerja dan para petugas yang merupakan rekan Ki Enthus ini ramah dan siap menerima kita untuk berkeliling melihat-lihat koleksinya.
Rumah Wayang yang memiliki luas sekitar 4 x 4 meter ini menyimpan ribuan wayang baik gaya tradisi maupun kontemporer, mulai wayang kulit, wayang golek, wayang santri, wayang bambu, wayang kreasi, ada juga aksesoris seperti jenis-jenis keris, topeng, batik tegalan, lukisan dunia pewayangan, senjata-senjata khas dunia pewayangan, foto-foto Ki Enthus, gamelan, dan masih banyak koleksi lainnya yang sayang untuk dilewatkan.
Jika ingin mengetahui proses pembuatan wayang baik itu wayang kulit maupun wayang golek, disinipun informasinya lengkap. Terdapat tahapan demi tahapan proses pembuatannya mulai bahan baku hingga menjadi wayang yang siap dimainkan. Di tempat ini juga kita bisa praktek langsung cara membuat wayang juga lho.
Bagi yang menganggap bahwa wayang itu kuno, jika berkunjung ke tempat ini pasti akan dibuat terpesona dengan banyaknya ragam wayang yang mengikuti perkembangan jaman, sebut saja seperti Tom and Jerry, Upin dan Ipin, dan tokoh-tokoh dunia lainnya. Terlebih dengan suasana yang jauh dari keramaian akan membuat kita hikmat untuk melihat koleksinya satu persatu. Setiap koleksi juga diberi nama dan penjelasan singkat agar lebih mudah untuk mempelajarinya.
Oh iya, Rumah Wayang ini diresmikan oleh Wakil Bupati Tegal, HM. Herry Soelistyawan, SH, MHum pada 19 Maret 2012. Dan sangat diapresiasi sekali oleh beliau. Sebagai tambahan informasi, untuk datang ke tempat tersebut silahkan berkunjung dari jam 08:00-10:00 dan jam 15:00-17:00. Jika beruntung, kita bisa bertemu langsung dengan si-empunya tempat ini, Ki Enthus Susmono yang saat ini bertempat tinggal di Rumah Dinas Bupati. Apabila kita berkunjung pada saat weekend, biasanya beberapa koleksi wayang sudah di-packing untuk ditampilkan sesuai dengan undangan ndalang.
Jangan lupa kunjungi juga http://dalangenthus.com dan http://satrialaras.com
%PDF-1.4 %Çì�¢ 5 0 obj <> stream xœ½=]sÜ6’yÓ¯˜‡«Ú™-‹K€$Hæé’s.¶³É&¶o“J|²å•ä‘�‰ÙTî_ÝÇÞï»n|ul�”ä\¥R‘@èot7À_6u¥65þçÿ}õöäOOûÍŇ“zsqòˉ²/7þŸWo7Ÿ?‡<¨êaóüo'®›Ú´¦t3lzSWðâíÉOÛ'»¾‡®o·ÿ¶ktU+½}ºÓ-üúí7îeÛl?‹¿þ¼S]5Žm·ÝìNU ›í³ÝPÕµRk÷;×ÊÍ^c—zíö¡ ›Æc ©÷»SïMÓ±–�±éXuºÝ>~N Ä1ÿ{ýl×XCÃkêSQKìËÔÛîAúÐÿü&‡¤Û½¯”©ÕVc/U ÃØÛ^ @ ÝöÅvwZWMÓÂd5ý¬é§ÚÕ•ûÐk^ìè¹RÀºizøæÑõÝöÔ¶Q0�mÓézCãúÁÚ¡ï5tª4ÕU£;Õma6?À z<®ý¿Ý Û÷ÐÉ:n¯vÿþüÉIÓ4ÕØ"=?†yç^×m»½q¨ë€p® ÌU÷ àa·ÓÐïT![�#v‡wÏßœ|ñüä;`Û®ûªÙôÝÐnt¬Y«�‚%¼½ùþ�›w·al Uõ-çë/qyÊt£Ç�GƒÒnvv ߇€?Ç Úò!`©u3nŒh�ä³ÝˆKkõöå‡Ýi¸h4bEՈžúØêlo‡¨:BÕÀ±ÐÑ!uû_ˆxßÆ÷ðoÛš& ýû³ßvÚÀXí¸={·Ó8ü¼ Ò™ÎòùöíN¡¼Áx¯‘ÎumZKJ÷ë¸k¶øæÒ òTÝp8ÆξßÂ: ÈÃöìÚò{zø}É7CÒVl…³Ã¸÷û,$eÓéjÃ;±§ï Ó• Õ�Ÿ—VƃºATƒބa¯³óØŒuf#°§ £¶ìX|]žWÛØÇòªe Dùc‚„�ÎwM £Zû„Ðœº=C‘2¸~½ý-vʼL`É<‚‘±WàyÀ§•ìµÓ`‰�Ô¹v